Siapa Calon Walikota dan Wakil Walikota DOB Maumere Mendatang ?
salah satu sudut kota MAUMERE
Oleh : Oscar Pareira Mandalangi *
Pilkada Sikka telah selesai. Rakyat Sikka telah memilih pemimpin baru periode 2013-20118 untuk menahkodai pembangunan di Sikka. Kedua pasangan yang punya nyali dan kesempatan, yakni pasangan nomor 9 Yos Ansa Rera dan Paolus Nong Susar kini dipercaya rakyat Sikka mengemban tugas mulia untuk menciptakan perubahan baru lima tahun mendatang.
Rakyat Sikka penuh harap kedua tokoh ini akan menjadi pemimpin yang mampu menyingkirkan pembedaan suku dan asal selama musim kampanye. Karena yang utama ialah pembangunan multi sektoral , pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud sesuai visi dan misi yang telah diangkat sebelumnya. Tanpa membedakan suku, sub etnis dan golongan timur tengah dan barat. Antara etnis Sikka Krowe , Lio Krowe, Krowe Tana Ai, Muhang Tana Ai, Palu’e dan Tidung Bajo Lau yang multikultural itu.
Menyusul, dalam situasi dan kondisi yang sangat dinanti-nantikan warga Kota Ma’umere ialah terbentuknya Daerah Otonom Baru ( DOB ) Kota Maumere. Pertanyaan yang akan muncul ke pentas polemik ialah : siapakah yang pantas memimpin dan seperti apakah profil penampilan politiknya ? Bagaimana membangun sebuah kabupaten dan bagaimana menata sebuah Daerah Otonomi Baru yang berpusat pada geografis sempit Kota Maumere. Melingkupi Kecamatan Alok Barat, Alok Timur, Kecamatan Nele dan Kecamatan Kangae yang terletak di bagian Utara Laut Flores dalam sebuah cekungan pelabuhan besar Ma’umere ( ma’u = pelabuhan , mere= besar).
Hikayat Kerajaan Sikka melukiskan bahwa pada jaman Mo’ang Bata Jati Jawa, seorang pemimpin suku ( Ina Gete Ama Gahar ) sekitar abad 15 M, ada tiga pelabuhan transito-barter terkenal di belahan utara Nuhang Ular Tana ‘Lorang ( bagian utara Nusa Nipa Flores, Kabupaten Sikka sekarang ) ialah: Pelabuhan Alok Wolokoki ( h/alok = pelabuhan sub etnis Wolokoli Bola) dan Nuba Bajo Karang Jawa ( pelabuhan Namang Kewa Bo’ot Bewat) dan pelabuhan Wuring Wutung Bebeng Pu’ang ( pelabuhan Wuring) tempat berdiamnya etnis Tidung Bajo Lau Lepo Lau Tena Wutung dari Sulawesi Selatan. Tiga pelabuhan ini menjadi singgahan para pedagang Nusantara seperti Jawa, Makasar, Malaka, Cina dan Portugis. Kemudian dilanjutkan pada abad 16 M ketika VOC menguasai dunia perdagangan rempah-rempah dan cendana Maluku dan Timor. Dari ketiga pelabuhan transito ini , diangkut dengan jung dan perahu besar rempah-rempah ai heret ( kayu kuning), ai ata /ai menik (kayu cendana) , kroung ulit ( kulit soga) , ta’a koro (lada dan cengkeh), kaju manis (kayu manis) kulit siput, lola (teripang) dan lain sebagainya ke bagian barat Nusantara, Malaka, India, Cina hingga ke Timur Tengah dan Eropah ( Spanyol, Portugal ).
Ketiga pelabuhan transito barter ini dikenal dengan Ma’umere, Namang Kewa dan Wuring pada masa pemerintahan Kerajaan Sikka ( 1602 ) dan Kerajaan Kangae ( 1902 ) semasa kolonial imperialisme Belanda dan Jepang. Ma’umere menjadi ibu kota DOB dan Kewapante-Geliting akan menjadi Kota Kabupaten Sikka. Menata sebuah kota kabupaten yang luas tentu berbeda dengan sebuah kota DOB kecil, bagai sebuah miniatur Kabupaten Sikka yang multietnis dan multikultural Sikka Krowe, Lio Krowe, Krowe Tana Ai, Palu’e,Tidung Bajo, Cina, Jawa dan Melayu Sumatera.
Bukan serba gampang dan mudah. Apalagi membangun sebuah kota miniatur Kabupaten Sikka, sebuah kota destinasi kepariwisataan Nusantara Indonesia di jaman moderen globalisasi. Tidak berlebihan manakala kita membolak balik : Gado- Gado Kerikil Jokowi , sebagai contoh pembangunan Kota Solo selama tiga tahun (Anas Syahirul A., dkk 2012, hal 70 -113 )
Pertama, manajemen produk dimana pembangunan ditekankan pada penataan infrastruktur kota seperti, fasilitas publik, revitalisasi pasar tradisional, penataan pedagang kaki lima dan sebagainya
Kedua, manajemen brand dan customer pencitraan berbasis ciri kas budaya (image building) yang bagi DOB Ma’umere tentu ditekankan pada keindahan kota, taman kota bertanam pohon dan bunga sebagai paru-paru kota (city garden /kota kebun ) , lampu jalanan serta marka jalan, trotoar dan halte, pantai pemandian umum, pusat bengkel dan sanggar budaya dengan GOS (Gelanggang Olah Seni) dan GOR (Gelanggang Olah Raga), pengenaan pakaian bermotif daerah pada hari tertentu (PNS dan Siswa Mahasiswa) dan penggunaan Bahasa Daerah atau Bahasa Ibu pada Muatan Lokal Kurikulum berbasis pendidikan karakter dan moral etika. Sebagai kota berbasis budaya, eco-cultural city, tidak ketinggalan penulisan nama jalan, diambil dari Tokoh Masyarakat Terkenal serta nama kendaraan angkutan kota berbasis Bahasa Daerah. Semua trik yang ditargetkan untuk merasa aman dan puas penduduk kota dan pendatang berdestinasi.
Ketiga, reformasi pelayanan publik diantaranya bidang kependudukan, penataan kota sesuai aspek fungsional, perijinan, pendidikan dan kesehatan masyarakat, air minum ,Spah (saluran pembuangan air hujan) dan Spal (saluran pembuangan air limbah), penataan pekuburan yang indah, tempat /bak penampungan sampah rumah di depan rumah, larangan pembuangan sampah di jalanan atau dari atas kendaraan dan tempat pembuangan sampah akhir/ TPA.
Keempat, pembangunan ekonomi berbasis ekonomi kerakyatan, pengembangan usaha kecil menengah (UKM), industri kecil dan rumah tangga, pembangunan jiwa kewirausahaan, sebuah upaya menginovasi budget untuk kota yang berpengaruh pada perekonomian masyarakat kota. Sebuah contoh pembangunan ekonomi air di luar negeri menggambarkan sepertinya kota Ma’umere yang berkelimpahan banjir air hujan di musim penghujan, ditampung pipa dari atap-atap rumah dan disimpan dalam sebuah bak raksasa dalam tanah. Digunakan sebagai daya pembangkit listrik dan penyediaan sulingan air minum serta MCK warga, kebun pekarangan dan taman kota untuk menghapus julukan klasik Maumere kota panas dan kota debu ( bukan kota Nyiur Melambai ).
Untuk kesemuanya itu siapakah akan menjadi Bupati dan Wakil Bupati DOB Kota Ma’umere mendatang? Apakah seorang senior penuh karisma dan pengalaman mangemen birokrat, profesional, kredibilitas, popularitas, penuh semangat. Ataukah seorang junior muda energik karena keduanya memenuhi tuntutan knowledge ,development skilled, humaniora moral beretika berbasis budaya. Seperti itukah kriteria pemimpin yang dinanti-nantikan dan ditunggu-tunggu masyarakat Kota Ma’umere ? Semoga.
*Penulis: Budayawan Sikka, tinggal di Maumere
SUMBER : SUARA FLORES(http://suaraflores.com/siapa-calon-walikota-dan-wakil-walikota-dob-maumere-mendatang/)