Bupati Sikka Jangan Diintervensi Tim Sukses
Marianus Gaharpung, S.H, M.S
Oleh : Marianus Gaharpung, S.H, M.S*
Ada benarnya bahwa pemilukada secara langsung menjadi penyebab buruk penyelenggaraan pemerintahan dan buruknya mutu proyek pembangunan di daerah. Biaya pemilukada terlalu mahal dapat menjadi penyebab seorang kepala dan wakil kepala daerah melakukan korupsi. Sementara gaji kepala dan wakil kepala daerah tidak cukup untuk membayar keseluruhan biaya pemilukada. Biaya politik mahal ditengarai menjadi penyebab maraknya praktik korupsi di daerah. Akibat dari sistem ini akhirnya dunia politik dikuasai kalangan pengusaha (kontraktor) atau orang-orang berduit (donatur) dimana cara padangnya adalah bisnis bukan lagi pengabdian kepada masyarakat.
Jujur saja penghasilan bupati atau walikota berdasarkan Keputusan Presiden No. 68 tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu adalah Gaji pokok bupati atau walikota Rp. 2,1 juta, tunjangan jabatan Rp 3, 78 juta totalnya Rp 5, 88 juta. Jadi tidak mungkin selama lima tahun bisa mengumpulkan uang puluhan miliar. Untuk mengatasi keadaan yang demikian ini, calon kepala dan wakil kepala daerah tentu harus memiliki tim sukses baik yang berada di ring satu ataupun tingkat paling bawah sehingga akan menghabiskan dana puluhan bahkan ratusan miliar, dibanding pemilukada yang dipilih wakil rakyat. Sebab jika pemilukada melalui wakil rakyat seorang calon kepala dan wakil kepala daerah cukup mengkondisikan setengah plus satu anggota dewan untuk meraih kemenangan. Sedangkan pemilukada secara langsung, harus mengkondisikan seluruh rakyat pemilih di daerah tersebut melalui tim suksesnya.
Dan, sudah menjadi rahasia publik bahwa untuk menutupi biaya pemilukada yang sangat besar itu, calon kepala dan wakil kepala daerah harus merangkul berbagai kalangan termasuk kontraktor, donatur pemilukada agar membiayai pesta demokrasi tersebut. Kompensasinya jika pasangan tersebut terpilih, maka proyek yang diperuntukan kepada daerah tersebut dibagi- bagikan untuk menggantikan uang kampanye yang dipakai. Disinilah kontraktor dan donatur, mulai bermain dengan mengatur proyek di dinas/ badan bahkan nama kepala dan wakil kepala daerah sering “dijual” untuk mendapatkan proyek sehingga kepala SKPD/ kepala badan di daerah tidak bisa berbuat apa- apa. Soalnya, uang yang dihambur- hamburkan kontraktor/ donatur untuk membiayai kepala dan wakil kepala daerah tersebut dikembalikan melalui dana- dana proyek yang dikerjakan, sehingga jangan heran mutu proyek di daerahpun diabaikan, keuntungan besar yang dikejar.
Oleh karena itu, kepemimpinan Drs Ansar Rera dan Drs. Nong Susar (An-Sar) sebagai bupati dan wakil bupati Sikka masih seusia jagung janganlah “diintervensi” oleh oknum- oknum yang orientasinya hanya mengejar keuntungan. Jangan ada kontraktor/ donatur masuk keluar kantor dinas/ badan meminta- minta proyek dengan alasan telah menjadikan An-Sar bupati dan wakil bupati Sikka. Jika hal ini sungguh terjadi dan tidak dikontrol secara tegas, maka keadaan Sikka tidak akan pernah berkembang dan kampanye pemilukada kemarin hanyalah “lips service” kepada rakyat Sikka. Itu artinya mencabik- cabik nurani rakyat Sikka yang sudah memberi hatinya kepada An-Sar. Mampukah An-Sar menghilangkan praktik-praktik “kotor” di Pemkab Sikka. Inilah jeritan nurani rakyat yang harus dijawab An-Sar selama lima tahun.
*Penulis: Dosen FH Ubaya dan Lawyer di Surabaya
Editor : Gabriel Krado Baomekot
sumber : Suaraflores.com. http://suaraflores.com/bupati-sikka-jangan-diintervensi-tim-sukses/